Rabu, 17 April 2013


Tujuan dan Manfaat Debat


Salah satu tujuan utama debat dalam latihan Buddha adalah membantu Anda mengembangkan kesadaran yang tetap. Anda mengambil suatu posisi dan mitra debat Anda menantangnya dari beragam sudut pandang. Bila Anda bisa mempertahankan posisi itu terhadap semua keberatan dan Anda tidak menemukan ketidaksesuaian secara akal dan tidak ada pertentangan, Anda bisa berpusat pada posisi atau pandangan itu dengan kesadaran penuh yang tetap dan tidak bisa diguncang. Kita juga menyebut keadaan cita ini keyakinan teguh. Anda perlu memiliki kesadaran yang tetap dan keyakinan teguh ini saat melakukan meditasi cita tunggal terhadap topik apa pun, seperti ketidaktetapan, kesetaraan diri sendiri dan orang lain, melihat orang lain lebih berharga daripada diri kita, bodhicita, kehampaan, dan seterusnya.
Lebih jauh, berdebat memberi pemula keadaan yang lebih mendukung daripada meditasi untuk mengembangkan pemusatan. Tantangan dari mitra Anda dalam debat dan pengaruh adanya teman sekelas yang mendengarkan akan memaksa Anda untuk memusatkan diri. Saat bermeditasi sendiri, hanya tekad yang bisa menghentikan diri Anda dari lamunan atau tertidur. Selain itu, dalam debat di wihara, banyak perdebatan dengan suara keras yang terjadi di dekat sebuah perdebatan. Ini juga memaksa Anda untuk memusatkan diri. Bila debat-debat di sekitar Anda mengalihkan perhatian atau mengganggu Anda, Anda akan kehilangan arah. Sekali Anda mengembangkan keahlian pemusatan di pentas debat, Anda bisa menerapkannya pada meditasi, bahkan untuk bermeditasi di tempat yang bising.
Selain itu, debat membantu mengembangkan kepribadian Anda. Anda tidak mungkin tetap malu dan bisa berdebat. Anda harus berbicara lantang ketika lawan Anda menantang Anda. Di sisi lain, bila Anda angkuh atau marah, cita Anda menjadi tidak jernih dan, akibatnya, mitra Anda mengalahkan Anda. Sepanjang perdebatan, Anda perlu menjaga keseimbangan perasaan. Baik Anda menang maupun kalah, debat memberikan kesempatan luar biasa untuk mengenali unsur “Aku” yang perlu dibuang. Ketika Anda berpikir atau merasa “Aku telah menang; Aku sangat pandai”, atau “Aku telah kalah; Aku sangat bodoh”, Anda bisa mengenali dengan jelas pancaran dari “aku” yang kuat yang dengannya Anda menyamakan diri. Ini adalah unsur “Aku” yang khayal dan perlu dibuang.

Tujuan dan Manfaat Debat

Salah satu tujuan utama debat dalam latihan Buddha adalah membantu Anda mengembangkan kesadaran yang tetap. Anda mengambil suatu posisi dan mitra debat Anda menantangnya dari beragam sudut pandang. Bila Anda bisa mempertahankan posisi itu terhadap semua keberatan dan Anda tidak menemukan ketidaksesuaian secara akal dan tidak ada pertentangan, Anda bisa berpusat pada posisi atau pandangan itu dengan kesadaran penuh yang tetap dan tidak bisa diguncang. Kita juga menyebut keadaan cita ini keyakinan teguh. Anda perlu memiliki kesadaran yang tetap dan keyakinan teguh ini saat melakukan meditasi cita tunggal terhadap topik apa pun, seperti ketidaktetapan, kesetaraan diri sendiri dan orang lain, melihat orang lain lebih berharga daripada diri kita, bodhicita, kehampaan, dan seterusnya.
Lebih jauh, berdebat memberi pemula keadaan yang lebih mendukung daripada meditasi untuk mengembangkan pemusatan. Tantangan dari mitra Anda dalam debat dan pengaruh adanya teman sekelas yang mendengarkan akan memaksa Anda untuk memusatkan diri. Saat bermeditasi sendiri, hanya tekad yang bisa menghentikan diri Anda dari lamunan atau tertidur. Selain itu, dalam debat di wihara, banyak perdebatan dengan suara keras yang terjadi di dekat sebuah perdebatan. Ini juga memaksa Anda untuk memusatkan diri. Bila debat-debat di sekitar Anda mengalihkan perhatian atau mengganggu Anda, Anda akan kehilangan arah. Sekali Anda mengembangkan keahlian pemusatan di pentas debat, Anda bisa menerapkannya pada meditasi, bahkan untuk bermeditasi di tempat yang bising.
Selain itu, debat membantu mengembangkan kepribadian Anda. Anda tidak mungkin tetap malu dan bisa berdebat. Anda harus berbicara lantang ketika lawan Anda menantang Anda. Di sisi lain, bila Anda angkuh atau marah, cita Anda menjadi tidak jernih dan, akibatnya, mitra Anda mengalahkan Anda. Sepanjang perdebatan, Anda perlu menjaga keseimbangan perasaan. Baik Anda menang maupun kalah, debat memberikan kesempatan luar biasa untuk mengenali unsur “Aku” yang perlu dibuang. Ketika Anda berpikir atau merasa “Aku telah menang; Aku sangat pandai”, atau “Aku telah kalah; Aku sangat bodoh”, Anda bisa mengenali dengan jelas pancaran dari “aku” yang kuat yang dengannya Anda menyamakan diri. Ini adalah unsur “Aku” yang khayal dan perlu dibuang.

Tujuan dan Manfaat Debat

Salah satu tujuan utama debat dalam latihan Buddha adalah membantu Anda mengembangkan kesadaran yang tetap. Anda mengambil suatu posisi dan mitra debat Anda menantangnya dari beragam sudut pandang. Bila Anda bisa mempertahankan posisi itu terhadap semua keberatan dan Anda tidak menemukan ketidaksesuaian secara akal dan tidak ada pertentangan, Anda bisa berpusat pada posisi atau pandangan itu dengan kesadaran penuh yang tetap dan tidak bisa diguncang. Kita juga menyebut keadaan cita ini keyakinan teguh. Anda perlu memiliki kesadaran yang tetap dan keyakinan teguh ini saat melakukan meditasi cita tunggal terhadap topik apa pun, seperti ketidaktetapan, kesetaraan diri sendiri dan orang lain, melihat orang lain lebih berharga daripada diri kita, bodhicita, kehampaan, dan seterusnya.
Lebih jauh, berdebat memberi pemula keadaan yang lebih mendukung daripada meditasi untuk mengembangkan pemusatan. Tantangan dari mitra Anda dalam debat dan pengaruh adanya teman sekelas yang mendengarkan akan memaksa Anda untuk memusatkan diri. Saat bermeditasi sendiri, hanya tekad yang bisa menghentikan diri Anda dari lamunan atau tertidur. Selain itu, dalam debat di wihara, banyak perdebatan dengan suara keras yang terjadi di dekat sebuah perdebatan. Ini juga memaksa Anda untuk memusatkan diri. Bila debat-debat di sekitar Anda mengalihkan perhatian atau mengganggu Anda, Anda akan kehilangan arah. Sekali Anda mengembangkan keahlian pemusatan di pentas debat, Anda bisa menerapkannya pada meditasi, bahkan untuk bermeditasi di tempat yang bising.
Selain itu, debat membantu mengembangkan kepribadian Anda. Anda tidak mungkin tetap malu dan bisa berdebat. Anda harus berbicara lantang ketika lawan Anda menantang Anda. Di sisi lain, bila Anda angkuh atau marah, cita Anda menjadi tidak jernih dan, akibatnya, mitra Anda mengalahkan Anda. Sepanjang perdebatan, Anda perlu menjaga keseimbangan perasaan. Baik Anda menang maupun kalah, debat memberikan kesempatan luar biasa untuk mengenali unsur “Aku” yang perlu dibuang. Ketika Anda berpikir atau merasa “Aku telah menang; Aku sangat pandai”, atau “Aku telah kalah; Aku sangat bodoh”, Anda bisa mengenali dengan jelas pancaran dari “aku” yang kuat yang dengannya Anda menyamakan diri. Ini adalah unsur “Aku” yang khayal dan perlu dibuang.
Hal yang seru adalah ketika kita ngumpul  dan seru-seruan bersama kawan kawan, asekkk kali dengan kegilaan  kita masing -masing dan hal ini seperti terulang lagi masa-masa SMA  dan  rindu rasanya ketika di masa SMA dan aku kan selalu mengenang masa SMA dan tak akan pernah lupa masa itu.

Senin, 15 April 2013

Sejarah Hak atas Tanah
  1. Sejarah Hak atas Tanah
Tujuan yang dikandung oleh hkum tidak terlepas dari siapa yang membuat hukum tersebut. Jika sebelum Bangsa Indonesia merdeka, sebagian besar Hukum agrarian dibuat oleh penjajah terutama masa penjajahan Belanda, maka jelas tujuan dibuatnya adalah semata-mata untuk kepentingan dan keuntungan penjajah. Hukum agrarian yang berlaku sebelum diundangkannua Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah hukum agrarian yang sebagian besar tersusun berdasarkan tujuan dan keinginan sendiri-sendiri dari pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya. Sehingga ketentuan Hukum agraria yang ada dan berlaku di Indonesia sebelum UUPA dihasilkan oleh bangsa sendiri masih bersifat Hukum Agraria Kolonial yang sangat merugikan bagi kepentingan bangsa Indonesia.[1]
Dalam perjalanan sejarah pemerintah Hindia Belanda di Indonesia terdapat dualism hukum yang menyangkut Hukum Agraria Barat, dan dipihak lain berlaku Hukum Agraria Adat. Akhirnya sistem tanam paksa yang merupakan pelaksanaan politik kolonial konservatif dihapuskan dan dimulailah sistem liberal. Politik liberal adalah kebalikannya dari politik konservatif dihapuskan dsn dimulailah sistem liberal. Prinsip politik liberal adalah tidak adanya campur tangan pemerintah dibidang usaha, swasta diberikan hak untuk mengembangkan usaha dan modalnya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena semakin tajamnya kritik yang dialamatkan kepada Pemerintah Belanda karena kebijakan politik agrarianya mendorong dikeluarkannya kebijakan kedua yang disebut Agrarisch Wet (dimuat dalam Staatblad 1870 Nomor 55).[2]
Terkait dengan sejarah hak-hak atas tanah berdasarkan hal-hal diatas, maka hak-hak atas tanah dapat dibedakan dalam 2 masa, yaitu masa kolonial (sebelum kemerdekaan) dan setelah kemerdekaan.
  1. Masa Kolonial (sebelum kemerdekaan)
Hak-hak atas tanah yang ada pada masa colonial ini, tentunya tunduk pada Hukum Agraria Barat yang diatur dalam KUH Perdata, diantara hak-hak yang diatur tersebut antara lain :
a)      Hak Eigendom (hak milik)
Pasal 570 KUH Perdata menyebutkan; Eigendom adalah hak untuk dengan bebas mempergunakan suatu benda sepenuh penuhnya dan untuk menguasai seluas luasnya, asal saja tidak bertentangan dengan undang undang atau peraturan peraturan umum yang ditetapkan oleh instansi (kekuasaan) yang berhak menetapkannya, serta tidak menganggu hak hak orang lain; semua itu kecuali pencabutan eigendom untuk ke pentingan umum dengan pembayaran yang layak menurut peraturan peraturan umum.
b)      Hak Erfpacht (hak usaha)
Hak erpacht, adalah hak benda yang paling luas yang dapat dibebankan atas benda orang lain. Pada pasal 720 KUH Perdata disebutkan, bahwa suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain dengan kewajiban member upeti tahunan. Disebutkan didalamnya pula bahwa pemegang erfpacht mempunyai hak untuk mengusahakan dan merasakan hasil benda itu dengan penuh. Hak ini bersifat turun temurun, banyak diminta untuk keperlua pertanian. Di Jawa dan Madura Hal erfpacht diberikan untuk pertanian besar, tempat tempat kediaman di pedalaman, perkebunan dan pertanian kecil. Sedang di daerah luar Jawa hanya untuk pertanian besar, perkebunan dan pertanian kecil.
a)      Hak Opstal (hak numpang karang)
Hak Opstal adalah hak untuk mempunyai rumah, bangunan atau tanam tanaman di atas tanah orang lain. Menurut Pasal 711 KUH Perdata disebutkan bahwa hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangynan-bangunan dan penanaman diatas pekarangan orang lain.
  1. Masa Setelah Kemerdekaan
a)      Sebelum UUPA
Hukum agrarian sebelum adanya UUPA mempunyai sifat dualisme hukum, dikarenakan berlakunya peraturan-peraturan dari hukum adat, disamping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum Barat. Hal mana selain menimbulkan pelbagai masalah antargolongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa. Hal ini pun terjadi dalam sejarah pemberlakuan hak-hak atas tanah di Indonesia. Sifat dualisme Hukum Agraria kolonial ini meliputi bidang-bidang sebagai berikut :
1)      Hukumnya
Pada saat yang sama berlaku macam-macam Hukum Agraria, yang meliputi :
v  Hukum Agraria Barat yang diatur dalam Bugerlijk Wetboek, Agrarische Wet, dan Agrarische Besluit.
v  Hukum Agrarian Adat yang diatur dalam Hukum Adat daerah masing-masing
v  Hukum Agraria Swapraja yang berlaku didaerah-daerah Swapraja (seperti : Yogyakarta, Surakarta, dan Aceh)
v  Hukum Agraria Antar-Golongan (Agrarische Interdentielrecht) yaitu hukum yang digunakan untuk menyelesaikan hubungan-hubungan hukum dalam bidang pertanahan antarorang-orang pribumi dengan orang-orang bukan pribumi
2)      Hak Atas Tanah
v  Hak-hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Agraria Barat yang diatur dalam KUHPerdata, misalnya  hak eigendom, hak erfpacht, hak postal, Recht van gebruik (hak pakai), bruikleen (hak pinjam pakai)
v  Hak-hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Agraria Adat daerah masing-masing yang disebut tanah-tanah hak adat, misalnya tanah yayasan, tanah kas desa, tanah gogolan, tanah pangonan (penggembalaan), tanah kuburan.
v  Hak-hak atas tanah yang merupakan ciptaan Pemerintah Hindia Belanda, misalnya hak agrarische (tanah milik adat yang ditundukkan diripada Hukum Agraria Barat), landerijen bezitrecht (tanah yang subjek hukumnya terbatas pada orang-orang dari golongan Timur Asing/ Tionghoa)
v  Hak-hak atas tanah yang merupakan ciptaan Pemerintah Swapraja, misalnya grant sultan (semacam hak milik adat yang diberikan oleh Pemerintah Swapraja khusus bagi para kaula swapraja, didaftar di kantor Pejabat Swapraja)
b)      Setelah UUPA
Setelah lahirnya (Undang-Undang Pokok Agraria) sebagai dasar bagi Hukum Agraria di Indonesia, maka problema dualism pun teratasi. Alhasil, Negara Indonesia dapat berupaya semakin maksimal, guna mencapai apa yang menjadi tujuan Negara bagi kemakmuran Rakyat.
Hak-hak atas tanah diatur dalam UUPA pasal 2, pasal 4, pasal 16, pasal 20-46, pasal 50, pasal 53, pasal 55,dan ketentuan-ketentuan tentang konversi. Sehingga lahirlah kodifikasi hak-hak atas tanah yang lebih baik
Setelah adanya UUPA, hak-hak atas tanah di Indonesia pun mutlak menjadi milik Negara Indonesia. Dalam UUPA hak tanah mempunyai hierarki


[1] Muchsin, , Hukum Agraria Indonesia dalam Perspektif  Sejarah, (Bandung Refika Aditama, 2007), hlm. 9
[2] Muchsin, Ibid, hlm. 13




Oleh : M Mahfud Musthofa*
Latar belakang
Kita mengetahui bahwa penjajahan atau ekspansi orang eropa di Indonesia sangatlah menyengsarakan penduduk pribumi, dimana orang eropa telah banyak memonopoli perdagangan  Indonesia, mulai dari inggris, belanda yang memanfaatkan Indonesia sebagai lahan untuk pemasukan negaranya sendiri tanpa memperhatikan kondisi social masyarakat yang  memprihatinkan. Tidak hanya sebatas itu, orang eropa juga jelas mengeksplorasi dan mengeruk sumber daya alam Negara jajahanya dengan memaksakan penduduk pribumi untuk menuruti apa yang menjadi keinginan bangsa barat, seperti halnya menanam tanaman ekspor (tebu, teh, kopi dll).
Setelah dominasi monopoli inggris berakhir di Indonesia, maka kemudian tampil belanda yang menggantikan inggris sebagai penguasa yang mengatur Negara jajahannya sejak 1816. Dengan kedatangan belanda tersebut menjadikan rakyat Indonesia dihisap dan dipaksa bekerja dinegeri sendiri, untuk memaksimalkan penguasaan dan pengerukan SDA Indonesia sampai kedasar-dasarnya, colonial belanda membangun sekolah yang bertujuan untuk melahirkan tenaga ahli baru yang nantinya kelak akan dipekerjakan di perusahaan belanda. Tetapi sebelumnya pada tahun 1819 belanda juga menderikan sekolah tetapi hanya untuk warga belanda dan pejabat tinggi saja. Kemudian tahun 1871, seiring dengan kemenangan kaum liberalis di parlemen belanda, menuntut pendidikan di hindia belanda juga mencakup rakyat pribumi, kemudian dibentuk UU agraria yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada modal swasta belanda masuk ke Indonesia seperti dengan di buatnya Agrarische Wet.
Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda tidak setuju dengan Tanam Paksa di Jawa dan ingin membantu penduduk Jawa sambil sekaligus keuntungan ekonomi dari tanah jajahan dengan mengizinkan berdirinya sejumlah perusahaan swasta. UU Agraria memastikan bahwa kepemilikan tanah di Jawa tercatat. Tanah penduduk dijamin sementara tanah tak bertuan dalam sewaan dapat diserahkan. UU ini dapat dikatakan mengawali berdirinya sejumlah perusahaan swasta di Hindia-Belanda. Tujuan dari UU tersebut adalah Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing. Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia seperti dari Inggris, Belgia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan lain-lain. Serta Membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan.
Ternyata dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria 1870 yang menjadi alat pemodal asing untuk menyewa tanah seluas dan selama mungkin yang akhrnya Sistem ini membawa kemunduran bagi kesejahteraan pribumi. Yang kemudian Munculah gagasan etis di kancah pertanian Pemerintah Belanda.

Konsep Politik Liberal
Politik kolonial liberal di Eropa pada awalnya merupakan cerminan antara perbedaan dalam bidang politik yang berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan liberalisme (sosialisme dan kapitalisme). Hubungan timbal balik antara ekonomi pasar dengan liberalisasi politik yang relatif bisa dilihat pada studi perbandingan mengenai negara-negara fasis maupun komunis. Doktrin liberal jauh lebih mengutamakan masyarakat dari pada negara. Dalam doktrin liberal klasik, “masyarakat pada dasarnya dianggap mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan negara baru ikut campur tangan hanya kalau usaha-usaha masyarakat yang bersifat sukarela menemui kegagalan”. Dengan demikian, teori Negara sebagai alat menempatkan negara pada kedudukannya sebagai pelengkap. Sejauh individu dapat menjalankan kehidupannya tanpa Negara, kaum liberal menentang keberadaan negara bahkan jika negara dapat melakukan yang lebih baik dari pada individu.
Selain itu, konsep hukum dibalik hukum secara langsung diturunkan dari pandangan kosesual Negara dan masyarakat dalam liberalisme klasik. Masyarakat dipahami sebagai himpunan bermacam-macam perkumpulan sukarela, dan negara itu juga pada intinya dianggap sebagai badan yang diorganisasikan secara sukarela, karena otoritasnya diperoleh atas dasar persetujuan mereka yang diperintah. Liberalisme selalu menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan masyarakat atau antara pemerintah dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hokum yang kddudukannya lebih tinggi daripada hukum negara.
Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan. Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan absolut dan didasarkan atas teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai Social Contract. Sejak tahun 1900-an, politik dan ekonomi liberal memiliki hubungan yang sangat erat.  Gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah pandangan; setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara.   Atas dasar itu, campur tangan negara tidak diperlukan lagi. Bila liberalisme awal (early liberalism) lebih menekankan pada hak-hak politik, maka sejak tahun 1900-an, liberalisme telah mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan, termasuk di dalamnya liberalisasi pemikiran.

Latar Belakang Politik Etis (Balas Budi)
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swastaasing untuk menenemkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan. Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula. Undang-Undang Gula (Agrarische Wet) menjelaskan, bahwa semua tanah di Indonesia adalah milik pemerintah kerajaan Belanda. Oleh karena itu, pihak swasta boleh menyewanya dalam jangka waktu antara 50-75 tahun di luar tanah-tanah yang digunakan oleh penduduk untuk bercocok tanam.
Sistem ekonomi kolonial antara tahun 1870 dan 1900 pada umumnya disebut sistem liberalisme. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa pada masa itu untuk pertama kalinya dalam sejarah kolonial, modal swasta diberi peluang sepenuhnya untuk mengusahakan kegiatan di Indonesia, khususnya perkebunan-perkebunan besar di Jawa maupun di luar Jawa. Selama masa ini, pihak-pihak swasta Belanda maupun swasta Eropa lainnya mendirikan berbagai perkebunan-perkebunan kopi, teh, gula, dan kina. Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan oleh Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) yang dikeluarkan pada tahun 1870. Pada suatu pihak Undang-undang Agraria membuka peluang bagi orang-orang asing, artinya orang-orang bukan pribumi Indonesia untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia.
Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari keuntungan besar) mendapat   pertentangan   dari   golongan liberalis   dan humanitaris. Kaum   liberal dankapital memperoleh   kemenangan   di parlemen. Terhadap   tanah jajahan (Hindia   Belanda), kaum   liberal   berusaha memperbaiki   taraf kehidupan   rakyat   Indonesia.   Keberhasilan tersebut dibuktikan  dengan   dikeluarkannya   Undang-Undang Agraria tahun 1870. 
Pokok-pokok UU Agraria tahun 1870 berisi:
1. Pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha  swasta, serta
2. Pengusaha   dapat   menyewa   tanah   dari   gubernemen   dalam jangka waktu 75 tahun.

Dikeluarkannya UU Agraria ini mempunyai tujuan yaitu:
1)  Memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta asing (Eropa) untuk membuka usaha  
     dalam bidang perkebunan di Indonesia, dan
2)   Melindungi hak atas tanah penduduk agar tidak hilang (dijual).

UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan   Undang-Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari UU ini yaitu:
1.   Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan
2.   Pada   tahun   1891   semua   perusahaan   gula   milik   pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan. Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul di Indonesia :
1.  Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2.  Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3.  Perkebunan kina di Jawa Barat.
4.  Perkebunan karet di Sumatra Timur.
5.  Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
6.  Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Politik pintu terbuka yang  diharapkan   dapat   memperbaiki kesejahteraan rakyat, justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber pertanian maupun tenaga manusia semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan sengsara. Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat, seperti   berikut:
1. Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi.
2. Rakyat menderita dan miskin.
3. Rakyat   mengenal   sistem   upah   dengan   uang,   juga   mengenal barang-barang ekspor 
   dan impor.
4. Timbul   pedagang   perantara.   Pedagang-pedagang   tersebut pergi ke   daerah   
    pedalaman,   mengumpulkan   hasil   pertanian dan menjualnya kepada grosir.
5. Industri   atau   usaha   pribumi   mati   karena   pekerja-pekerjanya banyak yang pindah 
    bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.

Kemunculan Politik Etis (Balas Budi)
Pengaruh Politik Liberalis Bagi Indonesia Sama halnya dengan negara-negara lain, di negeri Belanda para pengikut aliran liberalisme berpendapat bahwa negara seharusnya tidak campur tangan dalam kehidupan ekonomi, tetapi membiarkannya kepada kekuatan-kekuatan pasar. Mengikuti Adam Smith, para pengikut aliran liberalisme berpendapat bahwa satu-satunya tugas negara adalah memelihara ketertiban umum menegakkan hukum, dengan demikian kehidupan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Agar hal ini dapat diwujudkan, para pengikut aliran liberalisme menghendaki agar segala rintangannya yang sebelumya telah dibuat dihapuskan.
Ketika orang-orang liberal mencapai kemenangan politik di negeri Belanda (setelah tahun 1850) mereka mencoba menerapkan azas-azas liberalisme di koloni-koloni Belanda khususnya di Indonesia. Mereka berpendapat ekonomi Hindia-Belanda akan berkembang dengan sendirinya jika diberi peluang sepenuhnya kepada kekuatan-kekuatan pasar untuk bekerja sebagaimana mestinya. Dalam prakteknya diartikan sebagai kebebasan berusaha dan adanya modal swasta Belanda untuk mengembangkan sayapnya di Hindia-Belanda dalam berbagai usaha kegiatan ekonomi. 
Penanaman modal di Indonesia, sebagian besar diarahkan untuk pembangunan perkebunan-perkebunan yang dapat menghasilkan komoditi yang diperlukan bagi bahan dasar industri. Lalu dibangunlah perkebunan- perkebunan yang sebagian besar dibangun di daerah Jawa dan Sumatera. Pembangunan perkebunan ini membutuhkan tenaga kerja yang akan digunakan untuk mengurus perkebunan. Dengan demikian, banyak penduduk yang diangkat menjadi tenaga kerja perkebunan, bahkan untuk perkebunan di Sumatera diangkat tenaga kerja yang berasal dari Jawa. Terjadilan arus transmigrasi dari pulau Jawa ke Sumatera yang dilakukan secara paksa. Bahkan ada di antara orang-orang Jawa ini yang dikirim ke daerah Madagaskar dan Suriname.
Eksploitasi yang dilakukan oleh para kapitalis terhadap penduduk Indonesia dilakukan dengan gaya baru. Para pekerja dipaksa untuk bekerja di perkebunan-perkebunan dengan upah yang sangat minim dengan beban kerja yang sangat tinggi. Mereka tidak bisa menghindar dari ketentuan tersebut karena mereka terikat kontrak kerja. Pada tahun 1881, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan undang-undang Koelie Ordonantie yang mengatur para pekerja. Berdasarkan undang-undang tersebut, para kuli bekerja sesuai dengan kontrak. Bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut akan dijatuhkan hukuman berupa poenale sanctie. Para pengusaha diberikan kewenangan dan hak yang besar untuk memperlakukan dan menjatuhkan hukuman para pekerja sesuai dengan keinginannya.
Untuk mendukung program perkebunan tersebut, pemerintah kolonial Hindia Belanda membangun berbagai prasarana, seperti irigasi, waduk, jalan raya, jalan kereta api, serta pelabuhan-pelabuhan. Pembangunan sarana-sarana tersebut seringkali memakan korban jiwa yang sangat banyak dari penduduk Indonesia karena mereka dipekerjakan secara paksa. Akan tetapi dengan pembangunan prasarana tersebut, terutama pembangunan jaringan jalan raya telah menimbulkan pengaruh bagi tumbuhnya mobilitas penduduk. Pembangunan jalan raya dan kereta api memungkinkan pertumbuhan dan hubungan antarkota secara cepat. Dampaknya adalah lahirnya kota-kota baru di daerah pedalaman seperti Malang, Bandung, Sukabumi, dan sebagainya. Lahirnya kota-kota baru tersebut memicu pertumbuhan urbanisasi yaitu gerak perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Politik pintu terbuka ternyata tidak membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Van Deventer mengecam pemerintah Belanda yang tidak memisahkan keuangan negeri induk dan negeri jajahan. Kaum liberal dianggap hanya   mementingkan prinsip kebebasan untuk mencari keuntungan  tanpa memerhatikan   nasib rakyat. Contohnya perkebunan tebu yang mengeksploitasi tenaga rakyat secara besar-besaran. Dampak politik pintu terbuka bagi Belanda sangat  besar. Negeri Belanda mencapai kemakmuran yang sangat pesat. Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin dan menderita.

Penerapan Politik Etis Di Indonesia
Seiring dengan hal tersebut, gerakan-gerakan humanis yang berkembang di negeri Belanda  mendorong diberlakukannya politik balas budi terhadap bangsa Indonesia. Desakan parlemen kepada pemerintah Belanda untuk menghapus sistem tanam paksa merupakan awal dari kemenangan terhadap strategi politik yang dijalankan kaum liberal dalam rangka mencapai kepentingannya di bumi Indonesia.
Sejak saat itu, mndal swasta asing diberikan peluang untuk mewarnai berbagai bidang usaha, terutama pada perkebunan-perkebunan besar, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Pembukaan perkebunan-perkebunan yang didominasi modal asing, seperti Belanda dan negara-negara Eropa lainnya memungkinkan dikeluarkan Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula pada tahun 1870.  Dalam realisasinya Undang-undang Agraria itu pun tidak membuat penduduk pribumi menjadi terbebas dari penderitaan. Bahkan sebaliknya, penduduk pribumi hanya menjadi alat pihak pemilik modal untuk mencapai keuntungan dan tidak memperbaiki nasib rakyat Indonesia dari keadaan sebelumnya. Kondisi yang tidak seimbang tersebut, pada akhirnya mendapat perhatian dari beberapa tokoh Belanda seperti Baron van Hoevel, Eduard Douwes Dekker,  dan van Deventer. Tokoh-tokoh Belanda tersebut, kemudian mengusulkan kepada pemerintah Kerajaan Belanda untuk memperhatikan nasib rakyat Indonesia.
Salah satu politik balas budi tersebut adalah program yang dikemukakan oleh Mr. C. Th. Van Deventer. Gagasannya yang diterbitkan oleh majalah de Gids pada tahun 1899 memaparkan perlunya bangsa Belanda melakukan balas budi terhadap Indonesia. Balas budi dilakukan dengan jalan membantu bangsa Indonesia  untuk mencerdaskan dan memakmurkan rakyatnya.
Berikut ini Isi Trilogi van Deventer antara lain:
1)  Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk,
2)  Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik,
3) Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih merata.
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang akhirnya politik etis ini mulai dijalankan d Indonesia menurut tafsiran dan kemauan pemerintah kolonial Belanda. Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda.  Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut:
1.    Irigasi
Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2.    Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah Pendidikan   yang   dibuka untuk seluruh rakyat, hanya  diperuntukkan   kepada   anak-anak   pegawai   negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3.    Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain.
Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, (peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor atau pengawasnya). Walaupun pemikiran liberalisme di Hindia-Belanda diawali dengan harapan-harapan besar mengenai keunggulan sistem liberal dalam meningkatkan perkembangan ekonomi koloni sehingga menguntungkan kesejahteraan rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada akhir abad 19 terlihat jelas bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat kemakmuran yang lebih baik dari sebelumnya. Ini didasarkan karena kecenderungan politik agraria kolonial adalah prinsip dagang, yaitu mendapatkan hasil bumi/bahan mentah dengan harga yang serendah mungkin, kemudian dijual dengan harga setinggi-tingginya.
Tetapi Lambat laun program politik etis ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi bangsa Indonesia, terutama dalam hal program pendidikan (edukasi). Program pendidikan yang awalnya ditujukan untuk menghasilkan tenaga administratif rendahan, pada akhirnya semakin berkembang. Tidak hanya jenjang pendidikan semakin tinggi, tetapi juga menjangkau spesialisasi bidang pendidikan lainnya seperti kedokteran, keguruan, teknik, pertanian, dan sebagainya. Dengan demikian, masyarakat Indonesia semakin mengenal pola pendidikan Barat yang pada akhirnya menjadi benih-benih pergerakan indonesia menuju kemerdekaan.

Kesimpulan
            Dari penjelasan sebelumnya, telah diketahui bahwa dasar munculnya politik etis antara lain, berawal dari kemenangan kaum liberalis dalam negeri belanda yang banyak memberikan pengaruhnya terhadap Negara jajahannya atau koloniya, bukti nyata dari keberhasilan kaum liberalis di parlemen belanda adalah dikeluarkannya UU Agraria di Indonesia, yang bentuk nyatanya adalah untuk memberikan hak kepada penduduk pribumi, seiring munculnya agrarisch wet, muncul juga agrarische belsuit sebagai penerapan dari agrarische wet, dimana menentukan domein Negara dalam artian tanah milik pribumi yang tidak bisa dibuktikan dengan kesaksian orang lain misalnya (adat) maka diakui sebagai tanah Negara (colonial belanda).
            Dengan berlakunya agrarische wet, membuka peluang pagi perusahaan asing atau pemodal asing untuk membuka perusahaan perkebunananya di Indonesia dengan cara menyewa kepada penduduk pribumi, ataupun kepada pemerintah penguasa, dalam peraturanya sewa tanah dibatasi maksimal 75 tahun. Secara kasat mata ini dipandang menguntungkan rakyat, dengan asumsi, selain rakyat menyewakan tananhnya kepada pengusaha dan kemudian bekerja di perusahaan belanda mereka mendapat penghasilan yang banyak dan dapat sejahtera, tetapi dalam kenyataannya rakyat semakin menderita, sehingga muncul politik etis yang dimotori oleh van Deventer, (edukasi, irigasi dan emigrasi). Tetapi dalam perjanannya banyak sekali penyimpangan yang terjadi. Ini disebabkan karena dalam pelaksanaannya konsep etis tersebut ditafsirkan sendiri oleh pemerintah belanda.

DAFTAR PUSTAKA (Bacaan)
Mu’adi Sholih.2008.Penyelesaian  sengketa   hak atas tanah Perkebunan melalui cara non litigasi.Semarang:Departemen Pendidikan Nasional Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Prof.Harsono Budi.1999.Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria.Jakara:Djambatan.
Tarunasena M.2009. Memahami Sejarah SMA Dan Ma Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial.Jakarta:Departemen pendidikan Nasional.

Sumber website:
(Diunduh Pada 22 April 2012)
Chekp4yz’s blog.28 Juli 2010/9:24 PM. Bab II Agraria. (Diunduh Pada 22 April 2012)









Pengantar Hukum Agraria Indonesia

Pengertian Agraria dan Hukum Agraria
Pnegertian agraria menggunakan istilah dalam bahasa Yunani disebut sebagai ”Ager” artinya Tanah/keladanan. Sedangkan dalam bahsa Latin, Agraria disebut sebagai ”Agrarius” dan diartikan sebagai perladangan, pertanian, sawah, dan seala sesuatu yang berkaitan dengan tanah. Dan dalam bahasa Belanda, agraria disebut dengan istilah ”Akker” yakni tanah atau perladangan. Juga dalam bahasa Inggris yakni ”Land”.
Pengertian Agraria dalam Administrasu Pemerintahan
Istilah dalam administrasipemerintahan disebut juga agraria baik tanah pertanian maupun non pertanian.
Pengertian Agraria dalam UUPA
Pengertian agraria dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang lebih dikenal dengan nama UUPA dan dipakai dan digunakan pengertiannya sangat luas.
Pembagian Agraria:
1. Pengertian agraria dalam arti luas
  1. Bumi: Menurut UUPA bumi adalah permukaan dari tanah dan masuk dalam tubuh-tubuh bumi dan tanah yang ada dibawa air.
  2. Air: Sedangkan ari yakni perairan pedalaman yaitu danau, sungai, tanjung dll.
  3. Angkasa: Angkasa atau ruang angkasa yakni ruang yang ada diatas bumi dan air.
  4. Kekayaan alam: Yaitu segala macam batu-batuan, gas alam, tambang timah dsb.
2. Pengertian arti sempit adalah tanah menurut UUPA.
Pengertian UUPA menurut UUD 1945
Dalam UUD 1945 dapat dipahami yakni secara hakiki dalam UUD 1945 pada pasal 33 ayat 3 yang menggariskan ”bumi, air, dan kekayaan alam yang ada didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Pengertian Konsepsi Hukum Agraria.
Kelompok-kelompok hukum agraria:
  • Hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam artian bumi.
  • Hak air yaitu aturan hukum yang mengatur hak-hak atas air.
  • Hukum pertambangan atau hukum yang mengatur atau hukum yang mengatur hak atas kekayaan alam yang terkandung dalam air.
  • Hukum perikan yaitu hukum yang mengatur hak atas kekuasaan alam dalam air.
  • Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yaitu aturan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan  atas tenaga dan usur-unsur dalam ruang angkasa.
  • Hukum kehutanan adalah aturan yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan.
Konsepsi Hukum Tanah Nasional:
  1. Bersifat komunalistik dan religius
  2. Hak bangsa Indonesia adalah:
  • hak milik yang mempunyai kedudukan paling tinggi ;
  • hak bangsa yang meliputi seluruh tanah yang ada di Indonesia;
  • hak bangsa yang bersifat abadi;
        3. Hak menguasai
Dalam pasal 33 UUD 1945 dan pasal 2 ayat 2 UUPA mengatakan bahwa:
  • Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan pengguna, persediaan dan pemeliharaan bumui, air dan ruang angkasa.
  • Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang, bumi, air dan ruang angkasa.
  • Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Jadi, kesimpulan dari hukum agraria adalah keseluruhan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai agraria (tanahan).
Sejarah Perkembangan Hukum AgrariaPolotik Hukum Agraria (Pertanahan)
Politik agraria sebelum kemerdekaan dalam undang-undang agraria hindia belanda (kolonial), pada dasarnya tunduk juga pada hukum agraria barat yaitu hak egiandom, erpacht opstal dan lain sebagainya yaitu hukum yang tunduk pada BW.
Hukum agraria adat:
  1. Jasan
  2. Ardardemi
  3. G. Sultan
Yang menjadi politik hukum peertanahan adalah undang-undang agraria pada tahun 1870 yang tunduk pada BW pasal 570. artinya, ada kebebasan untuk menikmati suatu benda atau tanah dalam memanfaatkannya dan dasarnya adalah hukum agraria adat.(UUPA).
1. Zaman Kerajaan
Pada Zaman kerajaan dan usahakan sebesar-besarnya untuk kerajaan. Tanah anage biasanya diberikan pada oleh raja kepada hambanya yang berjasa terhadap kerajaan untuk mengelolanya dan sebagian dari hasil pengelolaan tersebut diperuntukan buat raja atau dipotong pajak istana.
2. Tanah Penjajahan
Pemanfaatan tanah penjajahan hanya diperuntukkan semata-mata buat pemerintah Hindi Belanda (Agrariche wet 1866 & Agrariche bescuet/putusan pemerintah Hindi Belanda).
  • Hak erfact adalah tanah yang dikuasai oleh penguasa penjajah.
  • Hak milik/eigendom yaitu tergantung pada sifat mutlak kepada pemiliknya sepenuh untuk didaftarkan.
  • Hak Obstal/hak guna bangunan yaitu bangunan bangunan yang ada pada suatu tanah, diberikan kepada pemerintah dari negara Eropa.
  • Tanah partikiler adalah tanah yang dimiliki oleh eigendom yang memiliki sifat dan seni khas tersendiri.
Pada zaman pemerintahan Belanda, adanya suatu badan lembaga perdagangan yang sisebut dengan VOC. VOC inilah yang membentuk sebuah aturan dan melaksanakan pengawasan terhadap pertanahan, yakni diamana orang pribumi asli harus mengeluarkan beberapa persen pajak dari hasil pertaniannya untuk negara penjajah. Penggunaan atau kepemilikan tanah ini lebih dikepentingkan pengusaha-pengusaha besar bangsa Eropa. Peraturan yang dibuat oleh VOC itu dianggap sangat merugikan bangsa Indonesia yakni Counting tentang pertanian yang diatur oleh pemerintah Penjajahan Verplichten Leveratien, artinya Raja wajib memberkan hasil pertanian yang telah ditetapkan oleh pemernintha penjajahan.
Pada tanggal 31 Desember 1779, organisasi VOC dibubarkan dan diambil alih oleh Batetse republik. Yaitu dimulai pada tanggal 01 Januari 1800 bahwa tanah jajahan dijadikan bagian dari wilaya negara Belanda yang disebut dengan Nederland Hindi (hindia Belanda).
Kebijakan itu diambil dan dipimpin oleh B.W Denleds. Yakni mejual hasil pertanian pribumi pada pengusaha-pengusaha besar dari berbagai negara termasuk belanda sendiri. Tanah itu disebut sebagai T.Parthikuler. dan semua tanah-tanah itu semata-mata ditujukan kepada bangsa penjajah.
Pemerintah itu, kemudian digantikan dengan Janssen. Namun sepanjang itu juga, ditrapkan hal yang sama yakni merampas hak-hak kekayaan masyaraakat pribumi.
Pada masa kekuasaan Ravles, membentuk sebuah peraturan yang yang berbunyi, semua hak-hak pertanahan adalah milik raja. Dengan menerapkan pajak tanah (domeen laudrent) dengan dasar memberlakukan pertanahan memakai ketentuan tanah yang dikuasai atau diterapkan oleh Ravles adalah milik raja. Dasar pertimbangannya adalah tanah-tanah dalam suatu kerajaan dilakuakn sebuah penelitian oleh……
Dimasa itu, besarnya pajak yang dibebankan oleh petani tidak berdasarkan pada luas lahan tetapi, pendapatannya diberikan kewenangan oleh kepala desa yaitu seiapa yang lebih besar membayar pajak, maka akan mendapat lahan yang besar pula. Begitu juga sebaliknya. Siapa yang sedikit membayar pajak, maka lahan pertaniannya diperkecil atau sibiarkan begitu saja. Berbeda dengan zaman sekarang dimana yang memiliki lahan pertanian yang luas, maka ia wajib membayar pajak lebih. Sementara yang memiliki lahan kecil, maka kecil atau murah juga pembayaran pajaknya.
Setelah kewenangan Ravles berakhir, pada tahun 1816-1830 mulai dilakuakn suatu kebijakan pertanahan yang ditujukan untuk memakmurkan rakyat yang pemimpinnya adalah Van de Bosch. Van de bosch mengadakan aturannya yang kita ketahui sebagai tanam paksa. Semua jajahan diwajibkan untuk menanam tanaman-tanaman tertentu yang dibutuhkan di pasar internasional seperti Kopi, teh, panila dll. Dari pemerintah jajahan ini, politik yang diterapkan sangat merugikan bangsa pribumi yakni dengan tujuannya hanya untuk membangun negeri Belanda.
Pada tahun 1870 sebagai titik balik sejarah politik kolonial belanda, maka diberlakukannya agraria stat blad tahun 1870 No. 55 untuk memberikan kemungkinan atau jaminan modal yang besar pada wirasuasta asing agar dapat berkembang di Indonesia dan melindungi hak-hak rakyat atas tanah. Dalam pasal 51 yang terdiri dari dan berasal dari pasal 63 ini yang mengatur mengenai kebijakan agraria pada masa itu.
Aturan pasal 51 dijelaskan signifikan adalah:
1. Gubernur jendral tidak boleh menjual tanah.
2. Dalam larangan ini adalah tanah perluasan.
3. Gubernur jendral dapat menyewakan tanah.
Adapun tanah-tanah yang diberikan oleh orang-orang pribumi adalah dilakuakan sebagai tempat usaha pengembalaan.
Menurut peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dengan ordenansi selama 75 tahun.
Gubernur jenderal menjaga jangan sampai ada permberian tanah yang melanggar hak-hak rakyat.
Deginsel Domein Verklaring
Pasal 1 : ”semua tanah-tanah yang dikuasai oleh penduduk peribumi yang tidak dapat dibuktikan oleh kepemilikannya adalah milik negara”.
Domain Verklaring adalah tanah-tanah yang dikuasai oleh masyaratat pribumi dan tidak bisa membuktikannya, maka tanah tersebut adalah milik pemerintah Hindi Belanda.
Tanah Jaman kemerdekaan
Pemanfaatan tanah digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 1 UU No. 5 UUPA).
Contoh Soal:

  1. Kemukakan kebijakan politik pertanahan pada zaman kerajaan, hindi belanda dan zaman kemerdekaan.
  2. Apa yang dimaksud dengan Domain ferklaring dan bagimana akibatnya terhadap masyarakat pribumi.
  3. Kemukakan tujuan agrariche wet dan agrariche bescuet
  4. Apa yang dimaksud dengan hokum agrarian, agraria, sifat dualism dalam hukum agraria colonial.
  5. Politik pertanahan
  6. Tujuan UUPA, univikasi hokum.
  7. Pengajawantahan pancasila kedalam UUD.
  8. Konsepsi hokum tanah nasional.

Tugas:
  1. Peraturan mana yang dikalurka oleh VOC yang mengatur bidang agraria yang isinya sangat merugikan raja dan rakyat?
  2. Terangkan bagaimana teori Land Rante yang dikemukakan oleh Ravles yang diterapkan di Indonesia pada abad ke-19 ter
  3. Dalam bidang pertanahan apa yang dilakukan de…. dalam memperkaya kelompok penjajahan?
  4. Terangkan kebijakan pertanahan Vander Boch pada tahun 1830 yangk ita kenal sebagai tanam paksa.
  5. Jelaskan tujuan yang diatur dalam Agraria Sweat 1870 No.55 dan apa tujuan dikeluarkan agraria sweat 1870 No.118 Pasal 15.
Hak Ulayat
Pasal 1 ayat 1 UUPA ”seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia”
Pada pasal 1 ayat 2 ”Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. (pasal ini memiliki hubungan yang bersifat abadi antara bangsa Indonesia dan masyarakat Indonesia).
Hak kewenangan Negara: adalah hak yang mengatur atas tanah dari hak bangsa yang terbagi menjadi:
  • Tanah Negara bebas yaitu tanah yang belum memiliki hak apa-apa diatasnya.
  • Tanah Negara tidak bebas berarti sudah dibatasi dan sudah memiliki hak-hak didalamnya (Pasal 1 ayat (2) UUPA) dan pasal 1 seluruhnya kemudian dilanjutkan pada pasal 14 UUPA.