Minggu, 22 November 2015


Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang termaktub dalam pembukaaan UUD 1945 adalah untuk mencerdasakan kehidupan bangsa. Yang esensi dari tujuan ini adalah bahwa pendidikan merupakan sarana yang dapat mewujudkan tujuan negara Indonesia tersebut. Pendidikan merupakan anchor aspect, yang artinya aspek yang sangat penting, karena dapat memperbaiki aspek lainnya, terutama aspek ekonomi dan sosial yang juga menjadi tujuan Indonesia. Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sila ke-5 secara tegas menyatakan “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Namun bagaimana dengan nasib anak-anak bangsa yang tinggal di daerah terpencil atau pelosok tanah air, sudahkah mereka mendapatkan sarana dan prasarana yang sama dengan daearah perkotaan di aspek pendididikan? Jawabannya adalah tidak. Perkembagan pendidikan di Indonesia sampai saat ini hanya mampu menyentuh wilayah perkotaan saja. Sementara untuk daerah-daerah terpencil, perkembangan pendidikan sama sekali tidak dirasakan oleh anak-anak yang memang membutuhkan pendidikan. Berikut pengalaman pribadi saya sehingga saya berani berpendapat bahwa belum ada perkembangan sarana dan prasarana yang baik dalam bidang pendidikan di daerah terpencil jika dibandingan dengan daerah diperkotaan :
Dibesarkan disalah satu daerah terpencil di Desa Ujung Bangun, Kec. Salapian, Kab. Langkat, Sumatera Utara dengan keadaan ekonomi yang sulit, mengharuskan saya harus berjalan kurang lebih 5 Km setiap harinya untuk mencapai sekolah dasar di SDN 053958 Sidomulyo. Ketika saya duduk di SMP saya harus menyebrang sungai dan berjalan kurang lebih 6 Km melawati area persawahan dan perkebunan kelapa sawit kemudian bergelantungan di angkutan umum untuk mencapai SMPN 1 Kuala. Usaha yang sangat ekstra harus saya lalui demi menempuh pendidikan, bahkan seringkali mengancam nyawa seperti menyebrang sungai. Bayangkan jika dalam keadaan banjir, bagaimana seorang anak kecil usia 10 tahun harus berjuang  berenang dengan satu tangan, karena tangan yang satu memegang tas yang berisi sepatu, seragam sekolah, dan buku-buku pelajaran melewati arus yang deras dan banyak kayu yang berhanyutan. Arus yang deras dapat menyeret saya dan kayu yang hanyut dapat menghantam kepala saya sehingga taruhannya nyawa untuk dapat mencapai sekolah, bukanlah kata-kata yang berlebihan. Setelah pulang sekolah lantas tidak langsung beristirahat saya harus membatu orangtua mengumpulkan kayu bakar, mencuci piring, mengambil air dan mengembalakan kambing.
   Ayah saya hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Ibu saya bahkan tidak lulus Sekolah Dasar (SD), Ibu saya hanya duduk sampai kelas III SD. Tidak ada yang mengajari dalam mengerjakan tugas sekolah, tidak ada dukungan moril dari orangtua, seragam hanya satu pasang dan dua hari sekali saya mencuci sendiri seragam tersebut dan ketika hujan turun waktu siang hari, malamnya saya ambil gantungan baju (hunger) dan mengantung baju yang belum kering di dekat lampu di teras rumah saya. Pagi buta sekitar jam 5 saya setrika baju saya yang masih lembab dengan setrika arang . Baju seragam saya yang hanya sepasang warnanya kusam dan bahkan nampak jelas robek terutama di bagian kerah bajunya.Sampai disekolah ketika SD, bangunannya memprihatinkan, tidak ada perpustakaan dan belum ada pelajaran bahasa Inggris. Keadaan tersebut sempat membuat saya ingin berhenti sekolah ketika kelas VIII SMP karena lelah, tidak ada semangat dan dorongan (motivasi) dan prasarana dan sarana yang memadai. Namun untungnya keinginan tersebut tidak terjadi karena saya tahu bahwa hanya pendidikan dapat mermperbaiki ekonomi keluarga saya dan impian saya adlah ingin menjadi contoh bagi adik-adik saya serta saya ingin menempuh pendidikan setinggi-tingginya sehingga nanti dapat menginspirasi anak-anak di kampung saya dan memberikan mereka beasiswa.
Namun jika ditanya mengenai impian saya mengenai pendidikan di Indonesia adalah  kaum muda mau dan dapat berkontribusi memajukan pendidikan di daerah terpencil dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak menjadi generasi yang hanya menyalahkan pemerintah akan ketidakmerataan pembangunan sarana dan prasarana di daerah terpencil di bidang pendidikan. Keterpurukan pendidikan dan ekonomi di daerah terpencil tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia, melainkan ini tanggungjawab kita bersama. Pemerintah butuh dukungan dari berbagai kalangan untuk mewujudkan salah tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangasa. Mari satukan kekuatan, topang menopang untuk Indonesia yang lebih dan merata dalam pendidikan dan ekonomi.

 Kontribusi yang mungkin dapat kaum muda lakukan adalah  membangkitkan semangat anak-anak di daerah terpencil untuk dapat terus melanjutkan sekolah dan mereka terus bermimpi untuk masa depan mereka. Anak-anak di daerah terpencil juga bagian dari Indonesia. Mereka layak untuk dapat mengenyam pendidikan, mendapat dukungan penuh dari orang tua, pemerintah, dan orang yang peduli akan bangsa ini. Sehingga anak-anak di daerah terpencil dapat terus melanjutkan pendidikan mereka, dapat terus bermimpi dan terus berjuang untuk kehidupan ekonomi mereka yang lebih baik. Sehingga amanah pembukaan UUD 1945 dan sila ke 5 dapat terus kita  kejar dan pendidikan di daerah terpencil akan menjadi pendidikan yang baik dengan gedung sekolah, perpus, bangku dan meja yang bagus. Serta adanya pembangunan jembatan menuju sekolah dan anak-anak di daerah terpencil juga bisa menerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan mereka serta anak-anak didaerah terpencil tumbuh semangat dan motivasi yang kuat dalam mewujudkan mimpi mereka.