Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang termaktub dalam pembukaaan UUD 1945 adalah untuk mencerdasakan kehidupan
bangsa. Yang esensi dari tujuan ini adalah bahwa pendidikan merupakan sarana
yang dapat mewujudkan tujuan negara Indonesia tersebut. Pendidikan merupakan anchor
aspect, yang artinya aspek yang sangat penting, karena dapat memperbaiki
aspek lainnya, terutama aspek ekonomi dan sosial
yang juga menjadi tujuan Indonesia. Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam sila ke-5 secara tegas menyatakan “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”.
Namun bagaimana dengan nasib anak-anak bangsa yang
tinggal di daerah terpencil atau pelosok tanah air, sudahkah mereka mendapatkan
sarana dan prasarana yang sama dengan daearah perkotaan di aspek pendididikan? Jawabannya
adalah tidak. Perkembagan pendidikan di Indonesia sampai saat ini hanya mampu
menyentuh wilayah perkotaan saja. Sementara untuk daerah-daerah terpencil,
perkembangan pendidikan sama sekali tidak dirasakan oleh anak-anak yang memang
membutuhkan pendidikan. Berikut pengalaman pribadi saya sehingga saya berani
berpendapat bahwa belum ada perkembangan sarana dan prasarana yang baik dalam
bidang pendidikan di daerah terpencil jika dibandingan dengan daerah
diperkotaan :
Dibesarkan disalah satu daerah
terpencil di Desa Ujung Bangun, Kec. Salapian, Kab. Langkat, Sumatera Utara
dengan keadaan ekonomi yang sulit, mengharuskan saya harus berjalan kurang lebih 5 Km setiap harinya
untuk mencapai sekolah dasar di SDN 053958 Sidomulyo. Ketika saya duduk di SMP
saya harus menyebrang sungai dan berjalan kurang lebih 6 Km melawati area
persawahan dan perkebunan kelapa sawit kemudian bergelantungan di angkutan umum untuk mencapai SMPN 1 Kuala. Usaha
yang sangat ekstra harus saya
lalui demi menempuh pendidikan, bahkan
seringkali mengancam nyawa seperti menyebrang sungai. Bayangkan jika dalam
keadaan banjir, bagaimana seorang anak kecil usia 10 tahun harus berjuang berenang dengan satu tangan, karena tangan
yang satu memegang tas yang berisi sepatu, seragam sekolah, dan buku-buku
pelajaran melewati arus yang deras dan banyak kayu yang berhanyutan. Arus yang
deras dapat menyeret saya dan kayu yang hanyut dapat menghantam kepala saya
sehingga taruhannya nyawa untuk dapat mencapai sekolah, bukanlah kata-kata yang
berlebihan. Setelah pulang sekolah lantas tidak langsung beristirahat saya
harus membatu orangtua mengumpulkan kayu bakar, mencuci piring, mengambil air
dan mengembalakan kambing.
Ayah
saya hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Ibu saya bahkan tidak
lulus Sekolah Dasar (SD), Ibu saya hanya duduk sampai kelas III SD. Tidak ada
yang mengajari dalam mengerjakan tugas sekolah, tidak ada dukungan moril dari
orangtua, seragam hanya satu pasang dan dua hari sekali saya mencuci sendiri
seragam tersebut dan ketika hujan turun waktu siang hari, malamnya saya ambil
gantungan baju (hunger) dan
mengantung baju yang belum
kering
di dekat lampu di teras rumah saya. Pagi buta sekitar jam 5 saya setrika baju
saya yang masih lembab dengan setrika arang . Baju seragam saya yang hanya
sepasang warnanya kusam dan bahkan nampak jelas robek terutama di bagian kerah
bajunya.Sampai disekolah ketika SD, bangunannya memprihatinkan, tidak ada
perpustakaan dan belum ada pelajaran bahasa Inggris. Keadaan tersebut sempat membuat saya ingin berhenti sekolah
ketika kelas VIII SMP karena lelah, tidak ada semangat dan dorongan (motivasi)
dan prasarana dan sarana yang memadai. Namun untungnya keinginan tersebut tidak terjadi karena saya tahu bahwa
hanya pendidikan dapat mermperbaiki ekonomi keluarga saya dan impian saya adlah
ingin menjadi contoh bagi adik-adik saya serta saya ingin menempuh pendidikan
setinggi-tingginya sehingga nanti dapat menginspirasi anak-anak di kampung saya
dan memberikan mereka beasiswa.
Namun
jika ditanya mengenai impian saya mengenai pendidikan di Indonesia adalah kaum muda mau dan dapat berkontribusi memajukan pendidikan di daerah
terpencil dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat agar
tidak menjadi generasi yang hanya menyalahkan pemerintah akan ketidakmerataan
pembangunan sarana dan prasarana di daerah terpencil di bidang pendidikan. Keterpurukan
pendidikan dan ekonomi di daerah terpencil tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah Indonesia, melainkan ini tanggungjawab kita bersama. Pemerintah
butuh dukungan dari berbagai kalangan untuk mewujudkan salah tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangasa. Mari satukan
kekuatan, topang menopang untuk Indonesia yang lebih dan merata dalam pendidikan dan
ekonomi.
Kontribusi yang mungkin dapat kaum muda lakukan adalah membangkitkan semangat anak-anak di daerah
terpencil untuk dapat terus melanjutkan sekolah dan mereka terus bermimpi untuk
masa depan mereka. Anak-anak
di daerah terpencil juga bagian dari Indonesia. Mereka layak untuk dapat mengenyam
pendidikan, mendapat dukungan
penuh
dari
orang tua, pemerintah, dan orang yang peduli akan bangsa ini. Sehingga
anak-anak di daerah terpencil dapat terus melanjutkan pendidikan mereka, dapat
terus bermimpi dan terus berjuang untuk kehidupan ekonomi mereka yang lebih
baik. Sehingga amanah
pembukaan UUD 1945 dan sila ke 5 dapat terus kita kejar dan pendidikan
di daerah terpencil akan menjadi pendidikan yang baik dengan gedung sekolah,
perpus, bangku dan meja
yang bagus. Serta adanya pembangunan jembatan menuju sekolah dan anak-anak di
daerah terpencil juga bisa menerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan
mereka serta anak-anak didaerah terpencil tumbuh semangat dan motivasi yang
kuat dalam mewujudkan mimpi mereka.