Senin, 15 April 2013

Sejarah Hak atas Tanah 1.
Sejarah Hak atas Tanah Tujuan yang dikandung oleh hkum tidak terlepas dari siapa yang membuat hukum tersebut. Jika sebelum Bangsa Indonesia merdeka, sebagian besar Hukum agrarian dibuat oleh penjajah terutama masa penjajahan Belanda, maka jelas tujuan dibuatnya adalah semata-mata untuk kepentingan dan keuntungan penjajah. Hukum agrarian yang berlaku sebelum diundangkannua Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah hukum agrarian yang sebagian besar tersusun berdasarkan tujuan dan keinginan sendiri-sendiri dari pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya. Sehingga ketentuan Hukum agraria yang ada dan berlaku di Indonesia sebelum UUPA dihasilkan oleh bangsa sendiri masih bersifat Hukum Agraria Kolonial yang sangat merugikan bagi kepentingan bangsa Indonesia.[1] Dalam perjalanan sejarah pemerintah Hindia Belanda di Indonesia terdapat dualism hukum yang menyangkut Hukum Agraria Barat, dan dipihak lain berlaku Hukum Agraria Adat. Akhirnya sistem tanam paksa yang merupakan pelaksanaan politik kolonial konservatif dihapuskan dan dimulailah sistem liberal. Politik liberal adalah kebalikannya dari politik konservatif dihapuskan dsn dimulailah sistem liberal. Prinsip politik liberal adalah tidak adanya campur tangan pemerintah dibidang usaha, swasta diberikan hak untuk mengembangkan usaha dan modalnya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena semakin tajamnya kritik yang dialamatkan kepada Pemerintah Belanda karena kebijakan politik agrarianya mendorong dikeluarkannya kebijakan kedua yang disebut Agrarisch Wet (dimuat dalam Staatblad 1870 Nomor 55).[2] Terkait dengan sejarah hak-hak atas tanah berdasarkan hal-hal diatas, maka hak-hak atas tanah dapat dibedakan dalam 2 masa, yaitu masa kolonial (sebelum kemerdekaan) dan setelah kemerdekaan. 1. Masa Kolonial (sebelum kemerdekaan) Hak-hak atas tanah yang ada pada masa colonial ini, tentunya tunduk pada Hukum Agraria Barat yang diatur dalam KUH Perdata, diantara hak-hak yang diatur tersebut antara lain : a) Hak Eigendom (hak milik) Pasal 570 KUH Perdata menyebutkan; Eigendom adalah hak untuk dengan bebas mempergunakan suatu benda sepenuh penuhnya dan untuk menguasai seluas luasnya, asal saja tidak bertentangan dengan undang undang atau peraturan peraturan umum yang ditetapkan oleh instansi (kekuasaan) yang berhak menetapkannya, serta tidak menganggu hak hak orang lain; semua itu kecuali pencabutan eigendom untuk ke pentingan umum dengan pembayaran yang layak menurut peraturan peraturan umum. b) Hak Erfpacht (hak usaha) Hak erpacht, adalah hak benda yang paling luas yang dapat dibebankan atas benda orang lain. Pada pasal 720 KUH Perdata disebutkan, bahwa suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain dengan kewajiban member upeti tahunan. Disebutkan didalamnya pula bahwa pemegang erfpacht mempunyai hak untuk mengusahakan dan merasakan hasil benda itu dengan penuh. Hak ini bersifat turun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar